Kopiah – Revolusi industri yang dimulai pada abad 18 hingga saat ini nyatanya memberikan tidak hanya dampak positif bagi perkembangan kehidupan peradaban manusia tetapi juga menghadirkan dampak negatif bagi keberlangsungan hidup manusia-tumbuhan yang hidup di muka bumi.
Revolusi ini diwarnai dengan laju perkembangan teknologi yang sangat cepat di pelbagai bidang sepeti teknologi pertambangan, industri, serta manufaktur sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dari eksploitasi terhadap alam, luput dari perhitungan.
Paradigma berfikir antroposentris yang lahir dari revolusi industri pada abad 18 membentuk pandangan manusia yang cenderung hanya memikirkan bagaimana mereka bisa mengoptimalisasi sumber daya alam untuk kebutuhan hidupnya dan menafikan peran ekosistem sebagai entitas pendukung makhluk hidup lainnya.
Unep (united nation environment programme) sebagai organisasi lingkungan dunia baru-baru ini merilis angka kematian yang terjadi akibat pencemaran lingkungan dengan menegaskan bahwa terdapat 7 juta kematian dari penduduk dunia yang diakibatkan dari pencemaran udara.
Angka ini akan terus bertambah apabila aktivitas ekonomi masih menganut paradigma eksploitatif terhadap alam.
Yang demikian terjadi karena industri dan pemilik modal mendefinisikan kesejahteraan dan kemakmuran sebagai suatu akumulasi uang dan barang. Dalam dua abad terakhir, pengumpulan uang menggerakkan proses industrialisasi menjadi sangat tak terbendung.
Dengan semangat seperti itu, maka tidak terjadi kegiatan ekonomi secara efisien, maslahat, dan rasional, yang hanya dapat diperbaiki dari filosofi dasar untuk mampu menghasilkan cara yang tepat serta efisien.
Pada tahun 1992, sebuah konferensi yang diadakan di kota rio de janeiro berlangsung dengan mengusung tema terkait masalah lingkungan hidup, dari sini embrio konsep ekonomi hijau mulai dirumuskan sebagai paradigma baru ekonomi dunia.
Ekonomi hijau tidak hanya sekedar konsep yang berfokus pada konservasi lingkungan hidup, akan tetapi, konsep ini juga tetap menjaga laju ekonomi masyarakat dengan memberikan solusi alternatif dari akar permasalahan.
Ekonomi hijau dikenal juga sebagai ekonomi berkelanjutan atau ekonomi sirkular, yaitu suatu prilaku konsumtif yang dapat berlanjut terus menerus dan tidak menghabiskan sumber daya alam serta tidak merusak tatanan ekosistem yang ada.
Spirit konsep ekonomi hijau dimotori oleh paradigma berfikir baru dengan memodifikasi paradigma berfikir antroposentris menuju ekosentris.
Ekosentris merupakan suatu filosofi atau pandangan yang menempatkan ekosistem dan alam sebagai pusat nilai moral. Dalam pandangan ini, semua makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia harus tumbuh dan berkembang secara harmonis. Ekosentris memandang bahwa semua yang hidup di alam dari selain manusia itu memliki nilai. Sehingga mereka bernilai bukan karena manfaatnya bagi manusia akan tetapi mereka bernilai karena hewan-tumbuhan adalah entitas yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.
Pendekatan ekosentris mampu menggeser cara pandang manusia terhadap hewan dan alam. Dengan menerapkan pendekatan ini dalam aktifitas ekonomi, maka kita mampu menciptakan prekonomian yang kuat serta menjaga alam tetap lestari.