Badai Aqsha; Sejarah Baru Kedaulatan Palestina

Artikel Populer

Penulis: Moh.Al-Fayyadh AR mahasiswa universitas al-Azhar Kairo, Mesir.

Kopiah.co Gencatan senjata yang diumumkan oleh Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim al-Thani melalui konfrensi pers pada Rabu (15/01/2025) merupakan keputusan berharga bagi rakyat Palestina sekaligus menjadi lampu merah Israel untuk menghentikan genosida yang dilakukan selama 15 bulan lamanya. Selanjutnya kesepakatan gencatan senjata tersebut akan berlaku pada Minggu (19/01/2025) dengan pembebasan 33 sandera warga Israel di Gaza sebagai imbalan pembebasan 2.000 tawanan Palestina.

Enam hari setelah Hamas menyerahkan tiga sandera melalui Comite International Geneve yang kemudian akan diserahkan ke Israel, Al-Jazeera merilis video dokumenter yang berjudul “Ma Khafiya A’dlam.. Al-Thufan”.  Video yang dipresentasikan oleh Tamer Misshal tersebut telah ditonton oleh lebih dari tujuh juta umat manusia. Selain karena judul yang menggugah selera untuk ditonton, isi video tersebut yang menurut penulis menjadi pemantik diskusi bagi kalangan penikmat Timur Tengah. Oleh karena itu tulisan kali ini akan fokus kepada video tersebut dan hal yang berkaitan dengannya.

Perlu diketahui, bahwa Ma Khafiya A’dzam atau The Hidden Is More Immense merupakan acara jurnalis investigasi politik yang ditayangkan oleh kanal Al-Jazeera Qatar. Acara tersebut menyoroti berbagai fenomena politik yang masih abu-abu dari berbagai belahan dunia terutama kawasan Timur Tengah. Hal itu melalui investigasi lapangan dengan menggunakan metode fotografi rahasia dan mengonfrontasi berbagai pihak yang terlibat dalam suatu fenomena untuk memperoleh informasi baru dan mengungkap rahasia-rahasia yang menyelimuti fenomena tersebut.

Kali ini, Tamer Masshal dengan judul Thufan (Badai) menjelaskan perihal awal mula peristiwa besar, Badai Aqsha, yang mengubah sejarah dan peta politik Palestina secara khusus dan kawasan Timur Tengah secara umum. Video tersebut terdiri dari 49 segmen. Di setiap segmennya berisi maklumat penting perihal Badai Aqsha. Dengan sinematografi dan instrumen yang apik serta data-data valid, video ini mengungkap rahasia-rahasia yang menyelimuti Badai Aqsha.

Meskipun segmen video itu banyak, saya akan mencukupkan hanya beberapa segmen penting yang itu jarang diketahui publik termasuk di dalamnya dokumen sangat rahasia dari sayap militer Hamas, Kata’ib Al-Syahid ‘Izzuddin Al-Qassam di bidang Staf Operasi yang dipimpin oleh Abu Khalid Al-Dhaif. Selain itu, Al-Jazeera juga menampilkan Muhammad Dhaif, Komandan Militer dan Staf Operasi Kata’ib ‘Izzuddin Al-Qassam, sedang mengarahkan taktik serangan di ruang operasi militer bersama dengan para anggota, serta juga wawancara ‘Izzuddin Al-Haddad, Brigade Sayap Militer sektor Gaza, Anggota Dewan Militer Umum Kata’ib Izzuddin Al-Qassam serta juga sekutu Dhaif dalam operasi Badai Aqsha.

Faktor di Balik Badai Aqsha

Alur dari video tersebut sebenarnya tidak terlalu sistematis, tapi di sini penulis akan memulainya dengan faktor adanya operasi militer 7 Oktober 2023 alias Thufan Al-Aqsha. Ada beberapa penyebab terjadinya operasi Badai Aqsha yang disebutkan oleh Prof. Jeroen Gunning, pakar Politik Timur Tengah dan Studi Konflik dari Universitas King’s College London. Pertama, aspek regional, ia melihat adanya kampanye normalisasi besar-besaran negara Arab dengan Israel yang bertujuan untuk memuluskan rencana besar Israel. Seperti Abraham Accords yang ditandatangani oleh Amerika, Israel dan Uni Emirat Arab, Bahrain pada tahun 2020. Perjanjian ini akan mengalienasi fenomena penjajahan Israel atas Palestina di kalangan penguasa Arab serta turut melupakan rencana berdirinya negara Palestina yang berdaulat.

Kedua, berkaitan dengan Tepi Barat, berdasarkan laporan PBB, Israel telah melakukan kekerasan terhadap pemukim Tepi Barat yang mengakibatkan lebih dari 1.100 warga Palestina mengungsi sejak 2022. Menurut sebagian pakar Timur Tengah, fenomena demikian belum pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya dan semakin meluas di bawah pemerintahan Israel sayap kanan Benyamin Netanyahu. Sebagaimana kata Lynn Hastings, Koordintaor Kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina, PBB telah mencatat bahwa tahun 2023 kawasan Tepi Barat mengalami kekerasan yang jauh lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya.

Ketiga, berkaitan dengan Gaza. Selama puluhan tahun, Gaza telah dikepung secara terstruktur dan sistematis oleh Israel. Meminjam bahasa sejarawan Israel, Ilan Pappe dalam bukunya Palestine, The Biggest Prison on Earth, Palestina termasuk Gaza merupakan mega penjara. Ia adalah salah satu dari metode yang digunakan kolonial Israel untuk memastikan proyeknya (kolonialisme pemukim) tetap berjalan dalam waktu yang lama. Mega penjara ini dibentuk pada Juni 1967 bukan untuk mempertahankan pendudukan, melainkan ia adalah prasyarat ideologis Zionisme. Dimana ia membutuhkan kontrol sebanyak mungkin atas wilayah Palestina yang bersejarah serta menciptakan komunitas Yahudi absolut di dalamnya.

Selain sebab tiga di atas, terdapat sebab yang diungkapkan langsung oleh petinggi sayap militer Hamas sendiri di dalam video tersebut, mereka adalah Izzuddin Al-Haddad dan Abu Khalid Al-Dhaif. Beberapa alasan tersebut yang kemudian menjadi landasan perlawanan mereka terhadap Israel. Pertama, pengepungan Israel atas Gaza secara sistematis dan terstruktur yang bertujuan melenyapkan warga Gaza secara perlahan. Kedua, kekejaman Israel terhadap tahanan warga Palestina, terlebih setelah di bawah kendali Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Nasional Israel, baik mati kelaparan seperti Khader Adnan maupun mati tidak mendapatkan perawatan, seperti Nasser Abu Hamid serta juga dengan hukuman penjara seumur hidup. Ketiga, kebengisan Israel atas Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha dengan bertindak kejam kepada warga dan menginjak-nginjak tempat suci secara brutal.

Kemudian ada faktor lain yang tidak kalah penting daripada beberapa faktor yang di atas. Hal tersebut dijelaskan juga oleh Izzuddin Al-Haddad, Brigade Kata’ib Al-Syahid Izzuddin Al-Qassam sektor Gaza, dalam wawancara yang berhasil dilakukan oleh Al-Jazeera. Ia mengatakan bahwasanya Hamas mendapatkan informasi intelejen perihal rencana Israel yang akan menyerang kawasan Gaza dan poros perlawanan yang bercokol di sana. “Kami memantau dan mendapatkan informasi yang mengonfirmasi rencana musuh (baca; Israel) untuk memulai pertempuran besar di Gaza hanya karena kami tidak sepakat atas kemauan mereka. Informasi tersebut mengindikasikan waktu serangan musuh kepada kami yang akan berlangsung setelah hari raya Yahudi. Dimana serangan tersebut akan dimulai dengan serangan udara mendadak untuk menargetkan faksi perlawanan kemudian disusul dengan serangan darat yang bertujuan untuk meluluhlantakkan tanah dan masyarakat kami,” ungkap Izzuddin kepada Al-Jazeera.

Informasi tersebut cocok dengan kabar salah satu media Israel, Kanal 12. Media tersebut mengungkapkan bahwa Netanyahu dan para petinggi keamanan Israel mengadakan pertemuan penting pada tanggal 1 Oktober 2023, enam hari sebelum Badai Aqsha. Dalam pertemuan itu kepala Shabak atau Shin Bet, menjelaskan rencana penangkapan atas pemimpin Hamas, yang kemudian disetujui oleh para petinggi Israel dengan alasan adanya kampanye terorisme besar dari Gaza ke Tepi Barat. Di antara mereka adalah, Yahya Sinwar, Kepala Biro Politik Hamas sektor Gaza dan Abu Khalid al-Dhaif, Komandan Militer dan Staf Operasi Kata’ib ‘Izzuddin Al-Qassam. Informasi ini dikuatkan dengan penjelasan Alon Avitar, mantan Perwira dan Penasihat Kementerian Pertahanan Israel, dalam wawancara dengan Al-Jazeera. Ia mengonfirmasi bahwa terdapat pembahasan serius di kalangan dinas keamanan Israel perihal keamanan dan politik dan Israel harus melakukan sesuatu untuk kawasan Gaza. Oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa Badai Aqsha merupakan operasi antisipasi atas apa yang akan terjadi di Gaza secara khusus dan Palestina secara umum.

Berdasarkan latar belakang di atas, para petinggi Hamas mulai menyiapkan segala hal yang dibutuhkan yang akhirnya mewujud dalam operasi Badai Aqsha dengan tujuan mengantisipasi keadaan yang buram di masa depan. Sebagaimana dijelaskan oleh Koordinator Lapangan Kata’ib Izzuddin Al-Qassam, “setelah para pemimpin membuat keputusan dan perencanaan, segera para anggota militer di berbagai sektor mulai menganalisis daerah-daerah objek serangan, termasuk di dalamnya tembok besi (al-Jidar al-Hadidiy). Tembok tersebut menjadi salah satu kesulitan dalam melakukan serangan, karena itu kami menganilisis sedetail mungkin untuk merusak dan menembusnya.”

Dalam kurun waktu analisis tersebut, Kata’ib Izzuddin Al-Qassam secara intens memantau pergerakan militer Israel di sekitar tembok tersebut, termasuk kamera pengintai dan detail arsitektur tembok besi, mulai dari ukuran, lapisan, bahan hingga cara membangunnya. Sebagaimana penjelasan pakar teknologi militer, Mike Mihaljovic, tembok pembatas antara Gaza dan Israel merupakan salah satu pembatas yang dijaga dan dibentengi dengan ketat dengan berbagai peralatan canggih. Ia termasuk tembok pembatas yang paling ketat di dunia dan tidak mungkin bagi siapapun menembus tembok tersebut kecuali ia akan terdeteksi oleh kamera pengintai.” Ungkap Mike dalam wawancaranya dengan Al-Jazeera.

Operasi Badai Aqsha

Setelah melakukan analisis dalam waktu yang lama, tiba saatnya operasi Badai Aqsha dimulai. Pada tanggal 5 Oktober 2023, Kepala Staf Operasi Kata’ib Izzuddin Al-Qassam, Abu Khalid Deif mengeluarkan surat perintah untuk melakukan serangan besar ke kamp-kamp militer Israel. Surat perintah ini termasuk dokumen sangat rahasia Kata’ib Izzuddin Al-Qassam yang berhasil diperoleh Al-Jazeera. Isi surat itu mencantumkan serangkaian keputusan yang dikeluarkan oleh pimpinan Kata’ib Qassam. Di antara keputusan yang paling penting adalah memulai operasi Badai Aqsha dan menetapkan waktu mulai operasi tepat pada pukul 06.30 pagi.[1]

Mengutip wawancara Izzuddin Al-Haddad, ia mengatakan bahwa semenjak awal Oktober para pimpinan militer intens mengadakan pertemuan untuk memantapkan rencana dan menetapkan titik akhir dan waktu pelaksanaan Badai Aqsha. Dalam kurun waktu tersebut, nampaknya Abu Khalid Al-Dhaif, Kepala Staf Operasi Militer Qassam, aktif memberikan arahan strategi kepada anggota militer Qassam guna menyukseskan serangan terhadap beberapa titik yang menjadi objek serangan termasuk markas militer di Re’im. Arahan taktikal itu, ditampilkan oleh Al-Jazeera yang sekaligus menepis anggapan Israel bahwa ia telah membunuh sang kepala strategi. Kemunculan Deif dalam video telah menghebohkan khalayak umum sebab selama kurun waktu dua dekade, pria kelahrian Khan Younis itu tidak pernah menampakkan diri ke permukaan kecuali hanya tiga kali berupa suara dan foto blur sehingga tidak heran ketika ia dijuluki pemimpin bayangan (al-Qaid al-Dhil).

Pada hari Sabtu, 07 Oktober 2023, bertepatan pukul 00.00 yang disebut oleh Izzuddin Al-Haddad, sa’ah al-sifr, para militer Hamas mulai bergerak dengan menkoordinasikan ruang komando dan kendali ke ruang operasi pusat yang bertugas untuk memantau jalannya operasi. Kemudian mereka mulai mengumpulkan dan memobilisasi para pasukan untuk bersiap memulai penyerangan dengan senjata utama dan pendukung yang sudah siap sedia hingga waktu penyerangan.

Pada pukul 06.30 sesuai dengan surat perintah, para pasukan militer Hamas berhasil menembus tembok besi, kemudian masuk ke tanah mereka yang sudah lama terjajah dan menyerang secara masif ke beberapa titik yang sudah direncanakan. Berdasarkan kesaksian koordinator lapangan Hamas, pada hari itu kami mengerahkan 3.000 pasukan manuver (mujahid al-munawarah), 1.500 pasukan cadangan dan pendukung (mujahid fi niqah al-da’am wa al-isnad). Kami juga meluncurkan 3.500 roket untuk membombardir kamp-kamp militer jalur Gaza, terutama kamp militer Israel Divisi Gaza serta 1.000 roket yang dikhususkan untuk melumpuhkan beberapa pangkalan udara militer Israel, seperti Hatzor, Nevatim, Hatzerim, Palmahim dan Tel Nof. Selain itu, terdapat 1.000 roket untuk mendukung pasukan manuver.

Pagi itu serangan Kata’ib Izzuddin Al-Qassam berhasil teralisasikan dan sesuai dengan surat perintah dari Staf Operasi Al-Qassam. Para pasukan terus menerus berdatangan dari berbagai sisi. Beberapa target yang menjadi objek serangan perlahan lumpuh. Ledakan dan suara tembakan terdengar di berbagai sudut kota. Hamas mengagetkan tentara  dan warga Israel dengan serangan mendadaknya. “Kami tidak tidak percaya bahwa serangan ini benar-benar terjadi, kami mulai mengubungi beberapa orang penting, dan mereka mengatakan bahwa serangan ini benar adanya. Kekuatan Hamas dan 60 titik serangan Hamas ke tembok perbatasan sangat mengagetkan kami”, ungkap Alon Avitar kepada Al-Jazeera.

Serangan pada hari Sabtu Hitam—sebutan Israel untuk kejadian itu—menjadi titik sejarah baru bagi rakyat Palestina yang sedah lama menjadi ‘tahanan’ Israel dalam mega penjaranya. Serangan itu telah mengembalikan masalah penjajahan Palestina ke permukaan setelah sekian lama mati di tangan para saudaranya sendiri. Hamas menjadikan operasi Badai Aqsha baru loncatan untuk mengembalikan kedaulatan Palestina yang diinjak oleh proyek kolonialisme. Sebagaimana perkataan Mohammad Deif, “sekarang kita dapat bergerak maju dan mengambil inisiatif untuk mengubah arah sejarah, sehingga kita dapat memimpin dalam kurun waktu yang lama serta mewujudkan hari-hari merdeka atas izin Allah SWT.”

Terakhir, video dokumenter serangan Hamas ke Israel yang ditayangkan Al-Jazeera sangat layak ditonton guna memahami  alur politik Hamas berikut juga strateginya dalam operasi Badai Aqsha. Video tersebut merupakan sebuah catatan sejarah yang akan diingat oleh generasi yang akan datang, serta menjadi alarm bagi umat kiwari bahwa di balik kemegahan dan kemajuan peradaban material yang kita banggakan setiap waktunya, ada manusia yang tidak dipandang sebagaimana mestinya. Manusia dipandang sebagai hewan. Manusia apapun gender dan umurya dilihat hanya sebatas musuh yang layak untuk dibunuh dan dihanguskan dari tempat kelahiran sendiri. Jadi, apakah ini yang disebut pseudo-peradaban?


[1] Ada beberapa poin yang ada dalam dokumen, tapi saya mencukupkan kepada dua poin tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Ubudiyah: Puncak Kebebasan Seorang Manusia

Kopiah.co -- Sejak Revolusi Perancis, diskursus tentang kebebasan menjadi isu yang selalu menarik dan tak pernah basi untuk diperbincangkan....

Artikel Terkait