Kopiah.Co — Indonesia dikenal bukan hanya negara yang sangat indah secara geografis, namun dikenal juga dengan negara yang terkenal dengan keramahannya dan moralitas masyarakatnya. Namun dalam beberapa pekan terakhir masyarakat Indonesia disuguhkan dengan maraknya pemberitaan yang mencoreng citra tersebut, seperti ; kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan teknologi, toleransi terhadap pelanggaran moral, narkoba, pelecehan seksual, pembunuhan, kekerasan dan lain sebagainya yang membuat anggapan itu semuanya sirna seketika.
Memang tidak dapat dipungkiri dalam suatu kehidupan pasti ada problematika. Namun hal tersebut menandakan masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami gejala degradasi moral. Degradasi moral yang terjadi saat ini tidak terlepas dari perilaku yang sangat memprihatinkan yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan dan tidak sejalan dengan nilai-nilai para pendiri bangsa yang dicita-citakan untuk bangsa Indonesia ini.
Moral merupakan ciptaan yang dihasilkan dari unsur kebudayaan dan agama. Selain itu, moral bersumber dari nilai tentang sesuatu kebaikan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan. Menurut Elizabeth B. Hurlock, moral adalah suatu tatanan kebiasaan, kebudayaan dan adat istiadat yang berlaku dari suatu peraturan berorientasi pada perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat dalam suatu makna kebudayaan.
Tapi sudah 79 tahun Indonesia merdeka, banyak individu yang tidak sadar akan pentingnya moral dalam kehidupan. Moral sudah tidak lagi menjadi patokan dalam tindakan. Banyak individu yang bersikap semaunya saja, sesuai apa yang dia inginkan tanpa peduli terhadap pandangan orang lain terhadap perbuatanya. Moral yang tertanam dalam diri setiap individu sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Krisis moral ini juga diperburuk oleh lemahnya sistem hukum dan penegakan hukum yang sering kali tidak adil. Menurut pandangan ahli hukum dan filsuf John Locke, dalam Second Treatise of Government (1689), hukum yang tidak ditegakkan dengan adil akan merusak kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat. Ketidakadilan ini menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap pemimpin dan mengikis nilai-nilai moral dalam kehidupan politik.
Terlebih degradasi moral ini terjadi juga di kalangan pemimpin bangsa yang dimana memiliki dampak yang luas dan merugikan, baik bagi rakyat maupun bagi negara secara keseluruhan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi politik.
Ketika pemimpin bertindak tidak bermoral, rakyat kehilangan keyakinan bahwa pemimpin tersebut mampu mengemban amanah yang diberikan. Kepercayaan yang menurun ini dapat mengakibatkan apatisme politik, dimana rakyat tidak lagi peduli terhadap proses politik dan lebih memilih untuk tidak terlibat.
Kemudian situasi ini diperburuk dengan maraknya nepotisme yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa yang dilakukan secara terang benderang, yang dimana mereka hanya menjadikan rakyat sebagai komoditas untuk kepentingan pribadi untuk meraih kekuasaan tanpa mengedepankan kesejahteraannya.Bahkan oknum aparat penegak hukum pun banyak terlibat dalam fenomena degradasi moral ini yang dimana mereka berlaku semaunya tanpa mengedepankan keintegritasan yang seharusnya melekat dalam kepemimpinannya. Tapi, hal itu jauh dari kata yang diharapkan. Membuat situasi darurat akan degradasi moral itu memang benar adanya.
Bahkan Amnesti Internasional Indonesia mencatat terus bertambahnya jumlah penyiksaan oleh aparat penegak hukum dalam tiga tahun terakhir. “Periode 2021-2022 terdapat setidaknya 15 kasus dengan 25 korban, lalu periode 2022-2023 naik menjadi setidaknya 16 kasus dengan 26 korban. Bahkan pada periode 2023-2024 melonjak menjadi setidaknya 30 kasus dengan 49 korban.
Selama tiga periode tersebut, pelaku penyiksaan didominasi oleh anggota Polri sebanyak 75%, personel TNI 19%, gabungan anggota TNI dan Polri 5%, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 1%. Ini merupakan data yang mengkhawatirkan.
Fenomena ini menggambarkan kebutuhan yang sangat mendesak akan pentingnya untuk memperkuat pendidikan moral dan karakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. oleh karena itu, Pendidikan karakter merupakan isu yang sedang membumingkan dunia dikarenakan hal ini adalah permasalahan yang cukup serius yang dimana menjadi pondasi penting akan maju dan mundurnya suatu bangsa.
Maka dalam hal ini, Bung Karno mengembangkan pemikirannya dalam konteks perjuangan untuk kemerdekaan. Ia berpendapat bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang bebas dari penjajahan, tetapi juga tentang pembentukan karakter bangsa. Pendidikan karakter menurut Bung Karno adalah persiapan mental secara batiniyah yang harus disiapkan semaksimal mungkin oleh bangsa Indonesia sebagai bekal di masa depan. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat di pemikiran beliau adalah merdeka, nasionalis, berperikemanusiaan, berdemokrasi, bergotong-royong, beragama dengan taat, mandiri, toleransi, dan mencintai budaya sendiri.
Oleh karena itu, seyogyanya seluruh elemen bangsa Indonesia mulai dari, Pemimpin, Pejabat Pemerintahan, Civitas Akademik, Mahasiswa, dan seluruh rakyat Indonesia harus bisa mengimplementasikan gagasan pemikiran yang digaungkan oleh Bung Karno. Karena sesuai dengan esensi untuk menuju kehidupan yang merdeka, berdaulat, bemartabat dan berkeadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.
Terlebih para pemimpin bangsa saat ini terus menggabungkan semangat untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Namun, jika degradasi moral terus berlangsung tanpa adanya solusi konkret dan langkah penyelesaian yang nyata dari semua pihak, maka cita-cita Indonesia Emas dapat berubah menjadi ancaman Indonesia Cemas.
Oleh karena itu, momentum untuk memperbaiki moral bangsa harus dimulai sekarang. Masa depan Indonesia bergantung pada komitmen kita untuk memperkuat dan membangun karakter yang kokoh, berlandaskan nilai-nilai luhur bangsa serta cita-cita para pendiri yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia.