Kopiah.co – Dua bulan terakhir, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan banyaknya kebijakan pemerintah yang isinya meresahkan masyarakat. Seperti diadakannya efisiensi anggaran guna mengoptimalkan jalannya program prioritas pemerintah yang berdampak pada pendidikan, dan revisi UU TNI yang dianggap masyarakat undang-undang tersebut akan menimbulkan sistem pemerintahan neo-Orba. Begitupun, beberapa kebijakan lain yang membuat masyarakat geram. Dampak dari kebijakan tersebut, tidak sedikit dari mahasiswa menggelar aksi demo di depan gedung DPR RI untuk menolak hasil kebijakan pemerintah yang meresahkan masyarakat. Bagi mashasiswa keputasan-keputusan semacam ini berbahaya bila dibiarkan begitu saja tanpa disadarkan ke masyarakat luas, termasuk mereka-mereka yang berada di luar negeri.
Di Kairo Mesir, pada hari Selasa 8 Maret 2025 terlaksana suatu acara diskusi yang bertajuk “5W1H Situasi Politik Rakyat Indonesia”. Acara yang berlangsung dari petang hingga malam hari ini, disambut dengan antusias yang tinggi oleh sebagian Masisir[1]. Awalnya, panitia pelaksana menganggap acara semacam ini hanya akan dihadiri sedikit orang. Ternyata jumlah Masisir yang turut hadir pada acara tersebut melampaui perkiraan panitia. Acara yang diadakan di kafe Zone, kurang lebih dihadiri 150 Masisir yang ingin mendengarkan dialog seputar perkembangan politik Indonesia saat ini.
Dengan banyaknya Masisir yang hadir, tujuan dari acara ini akan tersebar luas lebih mulus. Sebagaiamana yang diharapkan dari panitia pelaksa dan beberapa komunitas kajian di Masisir, yaitu menyuarakan serta membangun kesadaran politik lebih luas di lingkungan Masisir. Kemudian membangun karakter individu Masisir yang reaktif terhadap kebijakan-kebijakan politik yang sudah atau belum disahkan oleh pemerintah dan melakukan pembacaan lebih dalam. Sebab banyak dari masyarakat menganggap bahwa Masisir yang karakternya studi agama Islam tak layak dan tak cakap dalam menyikapi perkembangan situasi politik di Indonesia.
Selama acara berlangsung, tiga pemateri bertugas sebagai pemantik diskusi. Masing-masing dari mereka memiliki tugas untuk menyampaikan poin-poin terkait politik ke-Indonesia-an. Seperti Harun Naufal, sepanjang penyampaiannya ia memaparkan pentingnya mahasiswa studi agama merespons perkembangan politik di Indonesia. Termasuk mereka-mereka yang belajar di luar negeri tak bisa dijadikan alasan untuk tidak sadar akan keadaan politik Indonesia. Setelah itu, membangun kebiasaan mahasiswa untuk sering berdialog dan berdiskusi di ruang publik dengan tema yang membahas perihal politik Indonesia.
Sama halnya dengan Ahmad Faisol Abimanyu yang bertugas sebagai pemateri kedua. Ia menyampaikan bahwa kebijakan potilik selalu berkaitan erat dengan kegiatan bermasyarakat yang lain. Sebagaimana makan gizi gratis yang dampaknya terhadap efisiensi anggran pendidikan. Konsep ini efeknya sangat mengganggu perkembangan peserta didik di Indonesia. Melihat anggaran negara yang hanya difokuskan terhadap program kerja temporal, berpengaruh buruk kepada anggaran pendidikan yang kebutuhannya berjangka panjang. Dari penyampaian pemateri, Hal semacam ini sangatlah penting untuk disadarkan dan dikaji lebih lanjut oleh masyarakat luas. Sekalipun mereka-mereka menetap di luar negeri, tetaplah harus reaktif terhadap kebijakan-kebijakan anggaran negara yang naik di permukaan.
Di akhir kesempatan, M. Haidar Syauqi Adnan menyatakan bahwa revisi UU TNI yang baru disahkan akan memberikan sebuah kekuatan baru militer di dalam pemerintahan yang dapat mengancam supremasi sipil. Sangat bahaya bagi Indonesia yang umur demokrasinya masih amat muda, memberikan sistem pemerintahannya ke kelompok yang berkekuatan senjata. Menurut Haidar, kita perlu berkaca kembali ke era sebelum reformasi yang menerapkan dwifungsi ABRI. Pada era tersebut sering terjadi pembungkaman massal dengan cara penangkapan paksa, penculikan hingga pembunuhan secara diam-diam. Pembungkaman ini, tak jauh pelakunya dari para militer yang sudah semena-mena menguasai pemerintahan.
Seusai pemateri menyampaikan poin pembahasan diskusi, Ahmad Miftahul janah sebagai moderator memberikan peserta kesempatan untuk bertanya atau menambahkan poin diskusi yang lebih menarik. Tak sedikit dari peserta yang hadir menyampaikan kegelisahnnya terkait situasi politik Indonesia saat ini. Di antara mereka ada yang menyatakn bahwa suara kita sebagai mahasiswa luar negeri jarang kali didengar bahkan sampai ke telinga pejabat publik. Sekalinya suara tersebut didengar para pejabat, esekusi dan implementasinya sangatlah lunak. Dari pembicaraan ini, banyak dari peserta merenung atas realita yang sudah berulang-ulang terjadi antara mahasiswa dan pejabat.
Menariknnya, di akhir acara diskusi ada salah satu peserta dari Masisir memberikan sebuah konsep terkait mahasiswa yang melakukan pembacaan politik Indonesia. Ia menyampaikan bahwa posisi kita di dalam acara semacam ini, baru saja menempatkan posisi individunya sebagai pemerhati. Posisi itu, sudah amat baik dibandingkan orang yang tak peduli dengan kejadian politik Indonesia.
Namun, alangkah baiknya semua hadirin dan diri kita yang berperan sebagai pelajar menempati posisi sebagai pengamat. Dalam artian, di kondisi sebagai pengamat kita bisa membandingkan dan menyusun beberapa fakta-fakta politik yang berhamburan di permukaan dan bertebaran di dalam lingkaran sistem pemerintahan. Dengan kata lain, kita sesekali mencoba untuk menghadirkan beberapa pelaku yang ada di pemerintahan. Seperti Atase Pertahanan yang latar belakangnya militer, dapat kita sampaikan pertanyaan terkait revisi UU TNI kemarin. Begitupun jajaran-jajaran KBRI lain yang juga memiliki latar belakang pemerintahan sekaligus representrasi kepemerintahan di Indonesia.
Dengan hadirnya para pelaku di ruang diskusi kita bisa menjadikannya sebagai pembanding atas pembacaan kita terhadap situasi politik yang sedang terjadi di masyarakat. Di samping itu, si pelaku bisa kita posisikan dirinya sebagai penjelas dari pertanyaan-pertanyaan yang berputar di benak kita terkait isu politik Indonesia atau sebagai informan yang bisa melemparkan fakta-fakta dan peristiwa yang sebenarnya terjadi di pemerintahan saat ini. Dari semua penyampaian peserta terakhir paparkan kepada pemateri, panitia dan hadirin tawarkan, mereka menerimanya dengan baik nan senang hati. Dan seharusnya diskusi semacam ini akan lebih menarik bila kita menghadirkan si pelaku ke ruang diskusi. Semua kritik dan saran yang disampaikan hadirin kepada panitia juga dijadikan bahan evaluasi bagi mereka. Karena kegiatan diskusi politik yang panitia selenggarakan bukan untuk ajang perlombaan, melainkan ajang pertukaran ide untuk meningkatkan pendidikan politik di Masisir yang lebih responsif.
[1] Singkatan dari Mahasiswa Indonesia di Mesir